AWAS DEMAM MUKJIZAT!
KATEKESE
Berita Terkait
- DOA SENAKEL - Gerakan Imam Maria0
- Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat Bangsa Bermartabat0
- Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat Bangsa Bermartabat0
- Halangan-halangan Nikah0
- Halangan-halangan Nikah0
- MISA MALAM NATAL, GUA NATAL & POHON NATAL0
- Halangan-halangan Nikah (16)0
- Halangan-halangan Nikah (15)0
- Halangan-halangan Nikah (14)0
- Halangan-halangan Nikah (13)1
Berita Populer
- PERNIKAHAN CAMPUR BEDA AGAMA (dalam pandangan Katolik)
- Penyebab Individu Sulit Menghargai Orang Lain
- Mengurus Pernikahan Di Gereja Katolik
- KOLEKTE & DANA GEREJA
- Apa itu Novena?
- SPIRITUALITAS PERKAWINAN
- Apa Perbedaan antara Penitensi dan Indulgensi?
- Halangan-halangan Nikah (12)
- Mengenal seksi Kerasulan Kitab Suci (KKS) Lebih Dekat
- Cara Menyambut Komuni Kudus

Keterangan Gambar : KATEKESE
Saudara-saudari yang terkasih, sampai pada saat ini kita semua percaya bahwa mukjizat itu tetap ada dan Allah senantiasa akan menolong umat-Nya. Kita pun selalu dan akan senang kalau mengalami atau mene-rima mukjizat itu. Bisa jadi kita selalu berharap dan berharap untuk menerima mukjizat itu. Nah, perikop Injil Luk 4:21-30 minggu ini, amat erat hubungannya dengan petikan yang dibacakan minggu lalu, yakni pengajaran Yesus di sebuah rumah ibadat di Nazaret. Orang-orang terpesona oleh pengajarannya tetapi me-reka juga menginginkan dia berbuat mukjizat di situ seperti di tempat lain. Yesus tidak menuruti keinginan mereka. Ia mengatakan bahwa Yang Mahakuasa mengu-tus Nabi Elia untuk menolong seorang janda di Tanah Sidon. Juga banyak orang kusta di Israel pada zaman Elisya, tapi hanya Naaman orang Siria disembuhkan. Mendengar ini semua, marahlah orang-orang yang tadi-nya mengaguminya. Bahkan mereka menyeretnya ke-luar kota dan mau menjatuhkannya ke dalam tebing… Apa arti kejadian ini?
Dengan pewartaan Injil minggu ini, sebenarnya penginjil Lukas hendak mengajak orang mewaspadai si-kap orang beragama dan perilakunya. Ingatlah bahwa demam mukjizat bisa berakhir dengan hilangnya sum-ber mukjizat sendiri seperti yang terjadi di Nazaret. Dan memang setelah peristiwa ini, desa Nazaret yang ber-peran besar dalam bab-bab sebelumnya (dalam Injil) tidak terucap lagi dan dilupakan orang. Perannya telah selesai. Nama dusun ini selanjutnya hanya diingat dalam sebutan “Yesus dari Nazaret”, yang kehadirannya justru tidak diterima dengan baik oleh orang-orang Nazaret sendiri.
Saudara-saudari yang terkasih, agama mengajarkan agar orang untuk mengimani Yang Ilahi, pasrah kepada kuat-kuasa-Nya. Namun, sikap pa-srah yang asal pasrah sering malah menggiring orang ke tujuan lain. Be-berapa kenyataan dalam penghayatan agama menunjukkan hal ini. Kita menyadari bahwa iman yang unsur pokoknya adalah keteguhan tidakkah dapat menjadi sikap ‘fanatik’ dan ‘intoleran’. Tata upacara atau ritus yang tujuannya membantu orang merasakan batas-batas antara yang duniawi dengan Yang Ilahi bisa menjadi serangkaian tindakan magis yang justru me-ngaburkan batas-batas tadi. Akibatnya, barang-barang yang berhubungan dengan tata upacara beralih peran menjadi jimat dan guna-guna. Doa ber-alih fungsi menjadi ‘jampi-jampi’ alias ‘mantra’ mendatangkan roh. Hukum agama yang menata hidup beragama bisa menjadi aturan-aturan yang mencekik kerohanian dengan rasa takut yang bisa dimanipulasi demi tujuan-tujuan tertentu. Spiritualitas yang muncul dari pengalaman akan kehadiran Yang Ilahi bisa menjadi praktek ulah batin yang kurang sehat bila tak terolah terus dengan baik.
Penyakit kronis dalam hidup batin ini juga dikenali oleh Paulus. Dalam 1Kor 12:31-13:13 (bacaan II) ia mengatakan bahwa macam-macam karu-nia khusus bila tak disertai perhatian kepada sesama dalam kasih, Yunaninya “agape”, akan tidak bermakna. Kemampuan berbicara bahasa malaikat dan manusia, bernubuat, menguasai ilmu gaib, iman sempurna, sikap mau berkorban bisa jadi satu saat tak lagi dibutuhkan, akan tetapi, menurut Paulus, yang namanya ‘kasih’ tidak akan ada habisnya. Ia menggambarkan pelbagai kenyataan yang menunjukkan adanya kasih: sikap sabar, baik hati, tak cemburu, tak besar kepala dan sombong, jauh dari sikap tak sopan dan egois, bukan pemarah, bukan pendendam, memihak kebenaran dan men-jauhi ketakadilan, telaten, bisa mempercayai, penuh harap, tahan uji. Daftar ini tentu dapat diperpanjang. Namun, semuanya sama-sama mencerminkan sikap apa adanya, tidak mengada-ada. Dalam bahasa orang sekarang: inte-gritas, bersikap apa adanya. Itulah penerapan kasih bagi zaman ini. Agama dapat membawakan keleluasaan batin bila dihayati secara apa adanya. Bila tidak, akan gampang kena penyakit kronis demam mukjizat yang menga-burkan kehadiran Yang Ilahi di tengah-tengah manusia. Paulus mengajak orang-orang di Korintus dan kita semua agar waspada dan jangan sampai mabuk roh.
Disadur oleh RP Thomas Suratno, SCJ
dari Ulasan Bacaan Minggu IV Th C – A Gianto
