Bagaimana Ajaran Gereja tentang Tuhan dalam Kitab Suci (bagian 2)
Katekese
Berita Terkait
- Bagaimana Ajaran Gereja tentang Tuhan dalam Kitab Suci (bagian 1)0
- Mengapa Ekaristi? (4 - habis)0
- Mengapa Ekaristi? (3)0
- Mengapa Ekaristi? (2)0
- Mengapa Ekaristi? (1)0
- Altar dan Relikwi0
- Ex Opere Operato0
- Apa Perbedaan antara Penitensi dan Indulgensi?0
- Apa itu Novena?0
- Seruan \'Ya Tuhanku dan Allahku\'0
Berita Populer
- PERNIKAHAN CAMPUR BEDA AGAMA (dalam pandangan Katolik)
- Penyebab Individu Sulit Menghargai Orang Lain
- Mengurus Pernikahan Di Gereja Katolik
- KOLEKTE & DANA GEREJA
- Apa itu Novena?
- SPIRITUALITAS PERKAWINAN
- Apa Perbedaan antara Penitensi dan Indulgensi?
- Halangan-halangan Nikah (12)
- Mengenal seksi Kerasulan Kitab Suci (KKS) Lebih Dekat
- Cara Menyambut Komuni Kudus

Keterangan Gambar : Katekese
Bagaimana Ajaran Gereja tentang Tuhan dalam Kitab Suci
seperti yang diamanatkan dalam Dokumen Konsili Vatikan II “Dei Verbum” (DV) – Konstitusi Dogmatis Wahyu Ilahi
(bagian 2)
Melanjutkan apa yang telah dibicarakan minggu yang lalu, bagaimana para rasul menjalankan penugasan atau perutusan mereka tentang pewartaan Injil.
Para rasul melaksanakan perintah Kristus untuk mewartakan Injil baik secara lisan [Tradisi Suci] maupun tertulis [Kitab Suci]. “Perintah itu dilaksanakan dengan setia oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang telah mereka terima dari mulut, pergaulan dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari. Perintah Tuhan dijalankan pula oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga telah menuliskan amanat keselamatan.” (DV 7)
Lantas para rasul mengajar umat beriman agar berpegang teguh kepada ajaran mereka yang lisan [Tradisi Suci] maupun tertulis [Kitab Suci] dan meninggalkan uskup-uskup sebagai pengganti mereka untuk mengajar [Magisterium]. “Maka para Rasul, seraya meneruskan apa yang telah mereka terima sendiri, mengingatkan kaum beriman, supaya mereka berpegang teguh pada ajaran-ajaran warisan, yang telah mereka terima entah secara lisan entah secara tertulis (lih. 2Tes2:15), dan supaya mereka berjuang untuk membela iman yang sekali untuk selamanya diteruskan kepada mereka (lih. Yud 1:3).” (DV 8)
“Adapun supaya Injil senantiasa terpelihara secara utuh dan hidup dalam Gereja, para Rasul meninggalkan Uskup-uskup sebagai pengganti mereka, yang “mereka serahi kedudukan mereka untuk mengajar“. Maka dari itu Tradisi suci dan Kitab suci perjanjian Lama maupun perjanjian Baru bagaikan cermin bagi Gereja yang mengembara di dunia, untuk memandang Allah yang menganugerahinya segala sesuatu, hingga tiba saatnya Gereja dihantar untuk menghadap Allah tatap muka, sebagaimana ada-Nya (lih. 1Yoh3:2).” (DV 7)
Dari apa yang dikemukakan di atas sehingga jelas bagi kita bahwa Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium [Wewenang mengajar Gereja] merupakan tiga pilar yang olehnya Gereja memperoleh Sabda Allah yang seutuhnya. “Jadi Tradisi suci dan Kitab suci berhubungan erat sekali dan berpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama. Sebab Kitab suci itu pembicaraan Allah sejauh itu termaktub [disampaikan secara tertulis] di bawah ilham Roh ilahi. Sedangkan oleh Tradisi suci, Sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia. Dengan demikian Gereja menimba kepastian tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab suci. Maka dari itu keduanya (baik Tradisi suci maupun Kitab suci) harus diterima dan dihormati dengan cita-rasa kesalehan dan hormat yang sama.” (DV 9)
“Tradisi suci dan Kitab suci merupakan satu perbendaharaan keramat Sabda Allah yang dipercayakan kepada Gereja….. Adapun tugas untuk menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis dan diturunkan itu dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus. Wewenang Mengajar itu tidak berada di atas sabda Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan hanya mengajarkan apa yang diturunkan saja, sejauh sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh Kudus didengarkannya dengan khidmat, dipeliharanya dengan suci dan diterangkannya dengan setia; dan itu semua diambilnya dari satu perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal yang diwahyukan oleh Allah.” (DV 10)
“Maka jelaslah Tradisi suci, Kitab suci dan Wewenang Mengajar Gereja, menurut rencana Allah yang mahabijaksana, saling berhubungan dan berpadu sedemikian rupa, sehingga yang satu tidak dapat ada tanpa kedua lainnya, dan semuanya bersama-sama, masing-masing dengan caranya sendiri, di bawah gerakan satu Roh Kudus, membantu secara berdaya guna bagi keselamatan jiwa-jiwa.” (DV 10)
Akhirnya sebagai kesimpulan dari semuanya dapat dikatakan seperti ini bahwa kita dapat mengenal Allah terutama melalui wahyu Allah sendiri, yang secara sempurna digenapi di dalam diri Kristus. Di dalam Kristus-lah, Kabar Gembira (Injil) Sabda Allah ini dinyatakan dalam kepenuhannya. Kristus memerintahkan kepada para rasul agar Injil diteruskan secara penuh kepada semua orang; dan ini dilaksanakan oleh para rasul dengan memberikan ajaran lisan (yang disebut Tradisi Suci) dan ajaran tertulis (yang disebut Kitab Suci). Para rasul kemudian menunjuk para penerus mereka untuk melaksanakan Wewenang mengajar Gereja (Magisterium), yang bertugas untuk menafsirkan Sabda Allah itu, baik yang lisan maupun yang tertulis. Dengan demikian, untuk mengenal Allah, kita dapat memulainya dengan mempelajari Sabda-Nya yang disampaikan di dalam Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja. Selanjutnya memang kita dipanggil untuk melaksanakan Sabda-Nya di dalam hidup kita, dan hal ini menjadi tanda bahwa kita mengenal dan mengasihi Allah (lih. 1Yoh 2:4-5).
Pertanyaan Reflektif: Sejauh mana kita sebagai umat beriman kristiani (Katolik) sungguh mengenal Wahyu Ilahi (Kristus)? Dapatkah kita mengenal-Nya tanpa membaca Kitab Suci? Santo Hieronimus mengatakan bahwa tidak mungkinlah kita bisa mengenal apalagi mengimani Yesus Kristus tanpa membaca Kitab Suci. Selain daripada itu sebaiknyalah bahwa kita juga mengetahui tentang ajaran Tradisi Suci serta ajaran Gereja (Kaolik) yang disebut Magisterium sehingga pengetahuan atau pengajaran tentang Tuhan semakin menjadi lengkap sempurna. ***
