Cara Menyambut Komuni Kudus
KATEKESE LITURGI

By RP. Thomas Suratno, SCJ 05 Mar 2019, 18:14:04 WIB Surat Gembala
Cara Menyambut Komuni Kudus

Keterangan Gambar : KATEKESE


Kita sudah lama menjadi umat Katolik tentu saja kita sudah paham cara menerima (menyambut) Komuni Kudus dalam setiap Perayaan Ekaristi yang kita rayakan bersama. Namun pada akhir-akhir ini kita menjumpai ragam penyambutan Hosti Kudus tersebut. Maka dari itu pada kesempatan ini saya akan membahas secara singkat mengenai hal tersebut.

1. Menyambut Komuni Kudus di atas telapak tangan (kiri) sambil berdiri. Cara ini yang lazim kita laku-kan di mana imam atau petugas pembagi Komuni ketika membagikan Hosti Kudus kepada umat. Cara ini memang di-perbolehkan sejak pembaharuan liturgi dalam Konsili Vati-kan II, sebagaimana tercantum dalam Pedoman Umum Misa Romawi (PUMR).

A. Namun yang perlu dingat dan diperhatikan adalah sikap kita di hadapan Hosti Kudus itu. Ketika kita maju mau me-nyambut hendaknya kita bersikap hormat kepada-Nya, kare-na yang akan kita sambut adalah Komuni Kudus, Tuhan Ye-sus sendiri (secara sakramental), ‘Santapan Sorgawi’, ‘Yang kudus dari Allah’. Dengan kata lain, Komuni Kudus itu bukan roti biasa atau sekedar roti melainkan sudah berubah hake-kat (substansi)-nya menjadi Tubuh (dan Darah) Kristus wa-lau rupa/wujudnya tetap berupa roti.

B. Dan kita (umat) yang menyambutnya menanggapi dengan menyatakan “AMIN” (aku percaya) setelah imam atau pe-tugas pembagi Komuni mengatakan “Tubuh (dan darah) Kristus.” Hal ini mau menyatakan bahwa kita benar-benar percaya bahwa yang kita sambut adalah Tuhan Yesus sendiri.

C. Setelah menyambut dengan tangan, penyambut langsung menyantapnya di hadapan petugas, (atau bergeser satu langkah ke kanan/ke kiri). Hal ini untuk menghindarkan terjadinya profanisasi bila di bawa ke tempat duduk atau di bawa keluar.

[PUMR 161: Kalau komuni dibagikan hanya dalam rupa roti, imam mengangkat sedikit dan menunjukkan hosti kepada masing-masing orang yang menyambut sambil berkata : Tubuh Kristus. Masing-masing orang menjawab : Amin, lalu menyambutnya entah dengan lidah entah dengan tangan. Begitu diterima, hosti hendaknya langsung dimakan.]

2. Menyambut Komuni Kudus di atas lidah sambil berlutut. Cara ini lazim kita jumpai dalam Misa Tridentin (extra ordinary).

Dalam Misa ini biasanya umat menyambut sambil berlutut di “altar rail” di sekitar panti imam. Imam (dan diakon) akan melayani mereka. Mengapa berlutut? Berlutut adalah tanda hormat yang diungkapkan secara langsung di hadapan Komuni Kudus. Dengan agak mendongak ke atas lalu menerima langsung dari tangan imam/petugas di atas lidah. Dikatakan di atas lidah artinya bukan sekedar membuka mulut tetapi menjulurkan lidah ke luar supaya imam/petugas bisa meletakkan Hosti Kudus di atas lidahnya. Menjadi kesulitan bila umat hanya sekedar membuka mulut (takut-takut atau malu-malu). Kalau seperti itu (sekedar membuka mulut – terbuka sedikit atau dalam posisi mulut mau makan sesuatu) maka yang terjadi sangat mungkin Hosti Kudus akan menyentuh gigi dan jatuh. Yang tepat adalah bukalah mulut dan julurkan lidahnya kemudian imam/petugas meletakkan Hosti di atas lidah kita.

3. Menyambut Komuni Kudus di atas lidah sambil berdiri. Cara ini sering kita jumpai sekarang. Posisi lidah sama seperti no. 2 (di atas). Cara ini diperbolehkan tetapi ada hal harus diperhatikan. Bila penerima Komuni Kudus berperawakan (lebih) tinggi dari imam/petugas pembagi Komuni akan menjadi agak kesulitan pada waktu mau meletakkan Hosti di atas lidahnya, karena terlalu tinggi. Kemudian terkadang kita melihat pemandangan yang tidak enak dilihat, yakni penyambut komuni tidak berlutut tetapi agak jongkok bahkan bisa dikatakan ‘nungging’. Dengan sikap itu sebenarnya penyambut Komuni Kudus bermaksud mau merendah tetapi menjadi agak kurang sopan terhadap umat yang di belakangnya. Maka sebaiknyalah penyambut yang berperawakan tinggi ini disarankan untuk berlutut saja bila mau menerima Hosti Kudus di atas lidahnya.

4. Menyambut Komuni Kudus dua rupa. Biasanya cara ini dilakukan dalam Perayaan Ekaristi yang diikuti oleh kelompok-kelompok kecil tertentu yang sedang retret atau rekoleksi atau pembinaan iman tertentu. Diperlukan katekese terlebih dulu sebelum Misa Kudus dimulai, yakni tentang ‘makna dan ajaran Katolik tentang penyambutan Ekaristi dua rupa’. Hal ini dilakukan supaya mereka menjadi jelas pengertiannya dan tidak disalah artikan. Caranya bisa diterima dengan mulut (di atas lidah) sambil berlutut atau sambil berdiri seperti di atas. Dengan menyambut seperti ini berarti umat otomatis tidak boleh mengambil sendiri dan mencelupkan dalam piala, melainkan imam yang mencelupkan dalam piala yang dipegang oleh daikon/petugas lain yang ditugaskan untuk melayani dalam Misa itu.

[PUMR 160: Sesudah itu imam menganbil patena atau sibori dan menuju tempat umat akan menyambut Tubuh ( dan Darah ) Kristus. Umat tidak diperkenankan mengambil sendiri roti kudus atau piala, apalagi saling memberikannya antar mereka. Umat menyambut entah sambil berlutut entah sambil berdiri, sesuai ketentuan Konferensi Uskup. Tetapi, kalau menyambut sambil berdiri, dianjurkan agar sebelum menyambut Tubuh ( dan Darah ) Tuhan mereka menyatakan tanda hormat yang serasi, sebagaimana ditentukan dalam kaidah-kaidah mengenai komuni.

PUMR 287: Kalau komuni-dua-rupa dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam anggur, tiap penyambut, sambil memegang patena di bawah dagu, menghadap imam yang memegang piala. Di samping imam berdiri pelayan yang memegang bejana kudus berisi hosti. Imam mengambil hosti, mencelupkan sebagian ke dalam piala, memperlihatkannya kepada penyambut sambil berkata: Tubuh dan Darah Kristus. Penyambut menjawab: Amin, lalu menerima hosti dengan mulut, dan kemudian kembali ke tempat duduk.] ***




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment

INFO

Gereja Katolik St. Stefanus Paroki Cilandak tidak memiliki akun resmi Facebook dan Twitter. Gereja Katolik St. Stefanus Paroki Cilandak tidak bertanggungjawab atas unggahan atau tulisan-tulisan di akun medsos tersebut diatas yang mengatasnamakan Gereja St. Stefanus ataupun Paroki Cilandak.

Foto Wilayah - Lingkungan