Ex Opere Operato
Katekese

By RP. Thomas Suratno, SCJ. 28 Jul 2019, 15:14:46 WIB Surat Gembala
Ex Opere Operato

Keterangan Gambar : Katakese


Tak jarang, baik anak-anak, remaja dan kaum muda bahkan ada juga kaum dewasa datang ke gereja pada hari (Sabtu sore dan) Minggu untuk merayakan Ekaristi hanya sekedar datang melakukan kewajibannya tanpa tahu apa makna sesungguhnya ber-Ekaristi. Kalau dikatakan demikian rasanya ‘ekstrim’ men-justice umat karena belum tentu semuanya benar. Maka baiklah bagi yang belum mengerti kita belajar dan bagi yang sudah tahu kita mengingat (menyegarkan) kembali. Hal ini supaya benar-benar liturgi yang kita rayakan bersama menghasilkan ‘buah’ dan bisa ‘membebaskan’ diri kita dari kekurangan dan dosa kita. Mengapa demikian? Ingatlah setiap kali kita merayakan liturgi (sakramen) kita menerima pengudusan dari Tuhan.

Kita semua (saya harap begitu) mengetahui bahwa Liturgi itu adalah ibadat resmi Gereja (Katolik) sehingga segala sesuatunya sudah diatur sedemikian rupa bahkan dan pedoman-pedomannya (Mis: PUMR = Pedoman Umum Misa Romawi). Dari sinilah sering muncul pertanyaan: ini boleh atau tidak? Dilarang atau tidak apa-apa? Dsb. Mungkin kata yang lebih baik dan enak didengar adalah mari kita ‘membimbing ke arah liturgi yang benar dan baik’. Kemudian tentang pengudusan sehubungan dengan liturgi sakramen didalam Gereja Katolik dikenal sebuah prinsip yang bernama "Ex Opere Operato" dan intinya  adalah, bahwa sakramen (liturgi yang dirayakan) yang diberikan oleh seorang kaum Tertahbis dan tentunya laki-laki seperti (Diakon: baptis dan perkawinan) Imam, Uskup maupun Paus. Menghasilkan rahmat dengan sendirinya karena Kristus sendirilah yang melakukannya dan tidak tergantung pada pengantara yang memberikan sakramen-sakramen tersebut: Meskipun ada 
Imam, Uskup, dan bahkan Paus sekalipun yang berada dalam keadaan berdosa berat merayakan salah satu dari 7 sakramen Gereja, sakramen yang diberikannya tersebut tetaplah sah serta tetap memberikan rahmat pengudusan dan tetap mempunyai khasiat rohani bagi umat. Mari kita bersama melihat/membaca Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1127-1128.

KGK 1127: Sakramen-sakramen yang dirayakan dengan pantas dalam iman, memberikan rahmat yang mereka nyatakan (Bdk. Konsili Trente: DS 1605 dan 1606.). Mereka berdaya guna, karena Kristus sendiri bekerja di dalamnya; Ia sendiri membaptis, Ia sendiri bertindak dalam Sakramen-sakramen-Nya, untuk membagi-bagikan rahmat, yang dinyatakan oleh Sakramen. Bapa telah mengabulkan doa Gereja Putera-Nya, yang menyatakan imannya akan kekuasaan Roh Kudus dalam epiklese setiap Sakramen. Seperti api mengubah bahan bakar menjadi api, demikian Roh Kudus mengubah apa yang takluk kepada kekuasaannya, ke dalam kehidupan ilahi.

KGK 1128: Inilah arti dari ungkapan Gereja (Bdk. Konsili Trente: DS 1608.), bahwa Sakramen-sakramen bekerja ex opere operato [secara harfiah: "atas dasar kegiatan yang dilakukan"]. Artinya, mereka berdaya berkat karya keselamatan Kristus yang dilaksanakan satu kali untuk selamanya. Oleh karena itu: "Sakramen tidak dilaksanakan oleh kesucian manusia yang memberi atau menerima [Sakramen], tetapi oleh kekuasaan Allah" (Thomas Aqu., s.th. 3,68,8). Pada saat Sakramen dirayakan sesuai dengan maksud Gereja, bekerjalah di dalam dia dan oleh dia kekuasaan Kristus dan Roh-Nya, tidak bergantung pada kekudusan pribadi pemberi.

Dari sini sering muncul pertanyaan-pertanyaan: bagaimana kalau liturginya diubah-ubah tidak sesuai lagi dengan PUMR? Apakah memang boleh diubah (bebas: maksudnya) atau sejauh mana bisa diubah? Atau bolehkan kita memasukkan ‘sisipan’ atau menyisipkan sesuatu dalam liturgi resmi itu? (misal: seruan, nyanyian atau doa tertentu).

Yang harus dan perlu selalu disadari adalah liturgi itu ibadat bukan sekedar upacara atau acara profan yang disisipi hal-hal religius (misal: doa dan nyanyian religius). Tetapi tujuan umat merayakan liturgi yakni memuji dan memuliakan Tuhan dalam ibadat resmi. Dan dari sini menjadi jelas juga bagi kita bahwa dalam merayakan liturgi yang menjadi fokus tujuan kita adalah Tuhan dan bukan yang lain. Kalau yang menjadi fokus utama adalah Tuhan, di mana hati kita diarahkan dan ditujukan kepada Tuhan, berarti kita harus ‘hati-hati’ bila menentukan tujuan lain dari Perayaan Ekaristi. Misal: Kita membuat ‘kreasi’ dalam Misa Kudus supaya menarik orang (biasanya: orang muda) untuk mau pergi ke perayaan Ekaristi atau tujuan yang lain. Dulu sering muncul ungkapan ‘Misa Kreatif’. Rasanya agak aneh ya, kita ingin kreatif dalam Ekaristi tetapi tidak atau belum tahu makna yang benar tentang Misa Kudus. Bisa jadi karena belum paham, dengan kreaifitasnya menjadikan kita semakin salah paham tentang Ekaristi itu dan tenggelam dalam pengertian yang keliru mengenai perayaan liturgi Ekaristi itu. Pernah dalam surat gembala Prapaskah seorang Uskup mengatakan: “Marilah kita menjaga kemurnian dan kesakralan liturgi. Jauhkan keagungan Liturgi dari pengaruh ‘religio-tainment’, yakni upaya upaya memperalat dan mengalahkan makna simbolik dan tata liturgi yang baku demi kepentingan-kepentingan duniawi ataupun tren-tren entertainment.” Ajakan ini sangat indah untuk mengembalikan makna utama yang benar dalam merayakan Misa Kudus. Mari kita berliturgi dengan pemahaman yang benar dan pelaksanaan yang baik. Janganlah kita mengubah liturgi tetapi biarkanlah diri kita diubah oleh liturgi (pengudusan dari Allah).




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment

INFO

Gereja Katolik St. Stefanus Paroki Cilandak tidak memiliki akun resmi Facebook dan Twitter. Gereja Katolik St. Stefanus Paroki Cilandak tidak bertanggungjawab atas unggahan atau tulisan-tulisan di akun medsos tersebut diatas yang mengatasnamakan Gereja St. Stefanus ataupun Paroki Cilandak.

Foto Wilayah - Lingkungan