Halangan-halangan Nikah (12)
KATEKESE
Berita Terkait
- Halangan-halangan Nikah (11)0
- HARI PERINGATAN/PENGENANGAN ARWAH SEMUA ORANG BERIMAN0
- HARI PERINGATAN/PENGENANGAN0
- Halangan-halangan Nikah (9)1
- Halangan-halangan Nikah (8)0
- Halangan-halangan Nikah (7)0
- Halangan-halangan Nikah (6)0
- Halangan-halangan Nikah (5)0
- Halangan-Halangan Nikah (4)0
- Halangan Nikah (3)0
Berita Populer
- PERNIKAHAN CAMPUR BEDA AGAMA (dalam pandangan Katolik)
- Penyebab Individu Sulit Menghargai Orang Lain
- Mengurus Pernikahan Di Gereja Katolik
- KOLEKTE & DANA GEREJA
- Apa itu Novena?
- SPIRITUALITAS PERKAWINAN
- Apa Perbedaan antara Penitensi dan Indulgensi?
- Halangan-halangan Nikah (12)
- Mengenal seksi Kerasulan Kitab Suci (KKS) Lebih Dekat
- Cara Menyambut Komuni Kudus

Keterangan Gambar : Halangan-halangan Nikah (12)
Pada minggu-minggu yang lalu kita telah membahas ha-langan-halangan: (01) Halangan Umur, (02) Beda Gereja/ Agama, (03) Ikatan Perkawinan Sebelumnya, (4) Halangan Impotensi dan (5) Halangan Pertalian Hukum. Untuk kali ini saya mengajak Saudara secara singkat bicara tentang:
6. Halangan Hubungan Darah
Dua atau lebih orang dikatakan memiliki hubungan da-rah kalau ada ikatan darah di antara mereka yang timbul me-lalui proses generatif (= kelahiran/keturunan), baik di dalam atau di luar perkawinan yang sah. Hubungan darah melalui proses kelahiran/keturunan dari pihak yang sama bisa di-lihat sebagai sebuah garis lurus atau vertical, yakni antara anak dan orang tua yang melahirkannya (garis lurus ke atas) atau sebaliknya antara orang tua dengan anak atau cucunya (garis lurus ke bawah). Hubungan darah juga dilihat sebagai sebuah garis horizontal atau menyamping, yakni di antara saudara dan saudari yang dilahirkan dari orang tua yang sa-ma, di antara saudara sepupu dan juga dengan orang tua dari saudara sepupu. Dalam hal ini “pokok bersama” adalah ka-kek/nenek. Ada tiga istilah yang dipakai kalau kita bicara tentang hubungan darah ini, pertama yakni “pokok” (asal-usul bersama) ialah orang-orang (biasanya pasangan suami-isteri) yang mempertemukan beberapa individu sekaligus berdasarkan garis keturunan langsung atau tidak langsung. “Pokok” ini haruslah terdekat atau yang pertama kali mem-pertemukan mereka sebagai kerabat. Kedua, “garis” yakni rentetan teratur dan kesinambungan dari orang-orang yang diturunkan oleh “pokok” yang sama dalam cabang-cabang
pohon keluarga. Kemudian ketiga, “tingkat” yakni jumlah atau jarak antara gene-rasi yang satu ke yang lain dalam pohon keluarga.
Kan 108 menetapkan bahwa hubungan darah dihitung dengan garis keturu-nan dan tingkat (§1). Selanjutnya untuk menghitung jumlah tingkat, dalam garis keturunan lurus jumlah tingkat sama dengan jumlah keturunan atau pun jumlah orang tanpa menghitung pokoknya (§2). Dalam garis keturunan menyamping jum-lah tingkat sama dengan jumlah orang dalam kedua garis keturunan bersama-sama, tanpa menghitung pokoknya (§3).
Hubungan darah menciptakan ikatan persaudaraan dan kekeluargaan yang sangat dekat, di mana masing-masing anggota saling menunjukkan keutamaan pietas (= cinta dan hormat terhadap sesama anggota keluarga sendiri). Perka-winan antar anggota keluarga melanggar keutamaan pietas ini. Dkl., keluarga tidak boleh menutup dan melindungi diri sendiri dengan perkawinan antar anggota ke-luarga, melainkan membiarkan masuk unsur darah yang lain dan membangun nukleus-nukleus keluarga yang baru. Oleh karena itu, dalam halangan hubungan darah ditentukan garis dan tingkat. Garis dan tingkat paling dekat dimaksudkan agar setiap keluarga memelihara keutamaan pietas serta membuka diri dan mem-bentuk ikatan keluarga yang lebih besar demi perkembangan masyarakat yang se-hat. Di lain pihak, halangan hubungan darah tidak bisa ditentukan tanpa batas, melainkan sesudah tingkat tertentu perkawinan antar kerabat keluarga diper-bolehkan lagi, justeru untuk mengeratkan kembali ikatan keluarga.
Gereja menetapkan halangan hubungan darah untuk melindungi atau mem-perjuangkan nilai moral yang sangat mendasar. Pertama-tama ialah untuk meng-hindarkan perkawinan incest, yakni perkawinan antara orang-orang yang masih memiliki hubungan darah yang sangat dekat. Hubungan incest pertama-tama di-larang oleh ajaran moral kristiani. Hubungan incest juga berakibat buruk ter-hadap kesehatan fisik, psikologis, mental dan intelektual bagi anak-anak yang dilahirkan, yang akhirnya juga akan merugikan masyarakat.
Dengan melihat uraian singkat di atas, demi kehormatan atau keutamaan pie-tas dan kesehatan keturunan serta membuka diri untuk keturunan keluarga yang semakin besar, dan tentu saja dengan melihat apa yang ditetapkan dalam Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik, di sana ditentukanlah halangan-halangan nikah karena hubungan darah, baik garis lurus (ke bawah-ke atas) maupun garis me-nyamping. (BERSAMBUNG)
