MISA ANAK-ANAK – 2
KATEKESE LITURGI
Berita Terkait
- MISA ANAK-ANAK - 10
- TENTANG EKARISTI0
- Tuguran pada Malam Kamis Putih0
- Tentang Hari Minggu Palma0
- KATEKESE LITURGI0
- Cara Menyambut Komuni Kudus0
- Halangan-halangan Nikah1
- Halangan-halangan Nikah0
- KOLEKTE & DANA GEREJA1
- AWAS DEMAM MUKJIZAT!0
Berita Populer
- PERNIKAHAN CAMPUR BEDA AGAMA (dalam pandangan Katolik)
- Penyebab Individu Sulit Menghargai Orang Lain
- Mengurus Pernikahan Di Gereja Katolik
- SPIRITUALITAS PERKAWINAN
- KOLEKTE & DANA GEREJA
- Apa itu Novena?
- Apa Perbedaan antara Penitensi dan Indulgensi?
- Mengenal seksi Kerasulan Kitab Suci (KKS) Lebih Dekat
- Cara Menyambut Komuni Kudus
- Halangan-halangan Nikah (12)

Keterangan Gambar : Katekese
Setelah minggu lalu kita bersama melihat betapa pentingnya berliturgi bersama anak atau lebih tepatnya bagaimana kita memperhatikan anak-anak dalam (menghayati) liturgi, baiklah kalau kita lihat juga apa sebenarnya peran orang dewasa yang mendampingi anak-anak dalam liturgi. Berliturgi bersama anak memerlukan perhatian dan tenaga ekstra. Hal yang cukup menyita perhatian itu sudah terjadi dalam persiapannya. Di sini peran orang dewasa sangat penting. Anak-anak biasanya akan menuruti saja konsep atau gagasan yang dikatakan para pembinanya atau pendampingnya. Maka, kepercayaan alamiah semacam itu merupakan modal dasar bagi para pembina untuk sungguh-sungguh mencurahkan hati bagi terlaksananya perayaan liturgi bersama anak. Idealnya, pertama-tama mereka (para Pembina/pendamping dewasa) harus mencintai anak-anak, dekat dengan anak, cukup kreatif, jeli, sabar, lincah, syukur-syukur bisa menyanyi. Yang tak boleh ketinggalan juga adalah mereka perlu cukup memahami makna berliturgi bersama anak. Setidaknya tahu beberapa aturan prinsipial yang tak boleh diabaikan.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kebanyakan Misa memang dikhususkan bagi orang dewasa dan biasanya disebut ‘Misa (untuk) umum’. Nah, anak-anak yang hadir dalam Misa untuk umum itu kadang kala dianggap sebagai gangguan. Mungkin juga ada imam yang terpaksa marah atau berhenti berhomili karena mendengar jerit tangis anak. Lalu, ada umat juga yang merasa terusik atau ‘risih’ (bhs. Jawa) melihat anak-anak yang berkeliaran di dalam gereja (bisa jadi juga berkeliaran di luar gereja). Namun sekali lagi, dalam konteks pendidikan anak itu sendiri, orang dewasalah yang harus mengambil inisiatif untuk memperhatikan keberadaan anak-anak juga. Umat dewasa diharapkan memberi teladan dan kesaksian, karena dua hal ini amatlah berpengaruh bagi anak.
Biasanya dalam misa untuk umum memang selalu berisiko kalau anak-anak tidak diberi tempat atau bila orang tua tidak mau mendampingi secara serius. Padahal mereka bisa saja diberi peran atau tugas khusus kalau hal ini sungguh dipersiapkan. Atau mungkin cukuplah cuma sekedar disapa oleh Imam atau petugas lainnya. Sapaan verbal yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak yang hadir mungkin bisa merupakan bentuk perhatian nyata kepada anak-anak. Sedangkan peran atau tugas khusus bagi mereka yang sudah agak besar (tingkat SD) dapat juga diberikan kepada mereka, misalnya mengidungkan mazmur tanggapan, atau nyanyian lain, membawa bahan-bahan persembahan dalam ritus persiapan persembahan, atau ritual lain yang tidak terlalu sulit jika dilakukan oleh anak-anak. Yang penting dalam melibatkan anak dalam peran atau tugas liturgi sungguh dipersiapkan, dibina (diberi pengertian dan bagaimana menghayati bagian-bagian liturgi) dan didampingi tentunya.
Lalu bagaimana jika semula sebuah misa dipersiapkan untuk orang dewasa, namun kenyataannya tiba-tiba justru dihadiri lebih banyak anak-anak, maka diperkenankan juga untuk menyesuaikan seluruh Misa-nya dengan kebutuhan anak-anak yang hadir (Pedoman Misa Bersama Anak-Anak - PMBA 19). Minimal, homilinya dapat secara khusus ditujukan kepada anak-anak itu. Namun diolah sedemikian rupa sehingga orang dewasa pun dapat memetik manfaatnya. Pada umumnya, cara penyesuaian semacam itu tentu saja tetap harus mengacu pada pedoman atau norma-norma liturgis yang berlaku. Secara khusus wewenang penyesuaian semacam itu berada di tangan uskup dioses yang bersangkutan.
Mengingat hal-hal yang sudah disinggung tadi, sebenarnya tidak begitu mudah untuk mempersiapkan dan atau mendampingi anak-anak dalam misa untuk umum. Banyak pertimbangan yang perlu diperhatikan bila akan memperhatikan secara khusus kepada mereka. Yang jelas dan ini pemandangan yang terlihat dalam misa yang bersifat umum itu yakni anak-anak kurang mendapat perhatian, sapaan dan peran. Mungkin akan menjadi lain bila misa kudus itu dikhususkan sebagai misa anak-anak, ‘Misa Anak-anak’ yang dihadiri oleh beberapa orang dewasa. Apakah hal ini menjadi lebih mudah dalam persiapan? Bisa jadi tidak mudah namun bisa lebih terfokus perhatiannya dan tentu saja menuntut pendamping yang handal serta butuh persiapan yang lebih matang secara bersama-sama. à BERSAMBUNG
