TENTANG EKARISTI
KATEKESE
Berita Terkait
- Tuguran pada Malam Kamis Putih0
- Tentang Hari Minggu Palma0
- KATEKESE LITURGI0
- Cara Menyambut Komuni Kudus0
- Halangan-halangan Nikah0
- Halangan-halangan Nikah0
- KOLEKTE & DANA GEREJA1
- AWAS DEMAM MUKJIZAT!0
- DOA SENAKEL - Gerakan Imam Maria0
- Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat Bangsa Bermartabat0
Berita Populer
- PERNIKAHAN CAMPUR BEDA AGAMA (dalam pandangan Katolik)
- Penyebab Individu Sulit Menghargai Orang Lain
- Mengurus Pernikahan Di Gereja Katolik
- KOLEKTE & DANA GEREJA
- Apa itu Novena?
- SPIRITUALITAS PERKAWINAN
- Apa Perbedaan antara Penitensi dan Indulgensi?
- Halangan-halangan Nikah (12)
- Mengenal seksi Kerasulan Kitab Suci (KKS) Lebih Dekat
- Cara Menyambut Komuni Kudus

Keterangan Gambar : Katakese
Ada banyak umat non-Katolik yang sering mempertanyakan mengapa umat Katolik merayakan Ekaristi. Mereka sering mempertanyakan dasar alkitabiah dari pengajaran Ekaristi. Sebaliknya, ada juga sebagian umat Katolik yang juga ‘merasa’ bahwa perayaan Ekaristi kurang menyentuh perasaan mereka, sehingga terasa membosankan. Apalagi ditambah dengan khotbah Romo yang terdengar ‘monoton’, dan koor yang kadang terdengar apa adanya, yang dalam beberapa kesempatan terdengar ‘fals‘. Itulah kenyataan yang kita dengar dan kita rasakan. Maka pertanyaan refleksi-nya adalah mengapa Gereja Katolik mengambil Ekaristi sebagai bentuk penyembahan yang tertinggi, yang dirayakan setiap Minggu bahkan setiap hari sampai akhir zaman? Gereja Katolik merayakan Ekaristi, karena: tunduk terhadap perintah Kristus, melaksanakan pesan terakhir Kristus, dalam perjalanan waktu hal ini dilakukan oleh seluruh jemaat perdana, dan diteruskan oleh Gereja di sepanjang sejarah sampai saat ini.
Sebelum Kristus naik ke Sorga, Dia memberikan perintah, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:19-20) Selain perintah untuk melakukan evangelisasi dan membaptis seluruh bangsa itu, Kristus menginginkan agar kita dapat melakukan dan mengajarkan semua orang untuk melakukan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Kristus. Kita tidak mempunyai hak untuk memilih-milih perintah mana yang kita suka dan mana yang tidak, karena kita pandang sulit atau kurang masuk akal. Ketaatan untuk menjalankan semua perintah Kristus adalah merupakan tanda kedewasaan spiritualitas dari seseorang dan sebaliknya kemampuan untuk menjalankan semua perintah Kristus hanya dapat terjadi dengan bantuan rahmat Allah.
Ekaristi adalah perintah Kristus yang penting dan yang terakhir. Gereja Katolik mengajar bahwa Ekaristi tidak lain adalah menyantap Sang Roti Hidup, dan perintah untuk merayakan Ekaristi – makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya – adalah sungguh amat penting, karena menyangkut keselamatan kita. “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.” (Yoh 6:54). Perintah Kristus yang terekam dalam ingatan para rasul, tetap terus dijalankan oleh para rasul setelah kenaikan Yesus ke Sorga. Di dalam Kisah Para Rasul dikatakan, “Mereka [orang-orang percaya dan telah dibaptis] bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan dan mereka selalu berkumpul untuk memecah roti dan berdoa.” (Kis 2:42) Paulus menegaskan apa yang dilakukannya bersama dengan para jemaat perdana, yaitu merayakan Ekaristi Kudus (lih. 1Kor 11:23-25). Dan untuk meyakinkan bahwa dalam setiap perayaan Ekaristi, Kristus sungguh-sungguh hadir secara nyata, Paulus menegaskan, “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.” (1Kor 11:27). Bukan simbol atau lambang. Kalau hanya simbol, seseorang tidak akan berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan kalau menerima Ekaristi dengan tidak layak. Tetapi sungguh menjadi berdosa terhadap darah dan tubuh Tuhan karena memang Kristus hadir secara nyata, tubuh, darah, jiwa dan ke-Allahan-Nya. Itulah sebabnya sikap dan cara menyambut pun sampai sekarang diatur.
Kalau kita membaca sejarah perjalanan Gereja, maka kita dapat melihat bahwa para jemaat perdana yang diwakili oleh tulisan para Bapa Gereja sungguh mempercayai Ekaristi. Para Bapa Gereja seperti: St. Ignatius dari Antiokhia (110), St. Yustinus Martir (sekitar tahun 150-160), St. Irenaeus (140-202), St. Cyril dari Yerusalem (315-386), St. Augustinus (354-430) mengajarkan tentang Ekaristi. Mereka semua percaya akan kehadiran Yesus secara nyata (tubuh, darah, dan ke-Allahan Yesus) dalam setiap perayaan Ekaristi dan bukan hanya sekedar simbol. Melalui pengajaran para Bapa Gereja ini, kita mengetahui bahwa sejak abad awal, Gereja percaya dan mengimani bahwa roti dan anggur setelah dikonsekrasikan oleh Sabda Tuhan menjadi Tubuh dan Darah Yesus.
Bagaimana dengan kita?
Akhirnya, pertanyaannya adalah apakah kita sungguh-sungguh mempercayai bahwa Kristus sungguh hadir (tubuh, darah, jiwa dan keallahan-Nya) dalam rupa roti dan anggur dalam setiap perayaan Ekaristi? Dan apakah kita mempercayai bahwa tubuh-Nya dan darah-Nya dapat memberikan kehidupan kekal, merupakan tanda perjanjian baru, dan dicurahkan untuk pengampunan dosa? Kalau kita sungguh-sungguh mempercayainya, maka doa dan penyembahan apa yang lebih besar dari Ekaristi, di mana Kristus hadir secara nyata dan menginginkan persatuan abadi dengan kita? Apakah kita mengasihi Kristus dan berusaha menjalankan semua perintah-Nya? Kalau ya, maka perintah-Nya adalah termasuk memperingati-Nya dalam perayaan Ekaristi. Dan kita menginginkan untuk memperingati Kristus yang kita kasihi bukan setiap bulan, melainkan lebih sering, yaitu setiap minggu dan bahkan setiap hari. Kalau Kristus ingin dikenang dengan cara Ekaristi, maka siapakah kita yang dapat mengubahnya? Mari, jangan kita mengubah perintah Kristus, namun biarkan Kristus yang mengubah kita, menguduskan, memperbaharui kita lewat Perjamuan Kudus, Perjamuan Kasih-Nya. Apakah kita sudah bersikap demikian dalam ber-Ekaristi?***
(Disadur dari artikel “Mengapa Ekaristi?” Oleh: RP Thomas Suratno, SCJ).
