Tuguran pada Malam Kamis Putih
KATEKESE LITURGI

By RP. Thomas Suratno, SCJ 14 Apr 2019, 20:27:32 WIB Surat Gembala
Tuguran pada Malam Kamis Putih

Keterangan Gambar : Katakese


Apa bedanya Tuguran dan Adorasi?

Adorasi (= sembah sujud) dan "Salve" (= Pujian). Ke-duanya sering disebut dengan kebaktian Sakramen Maha-kudus. Salve mirip dengan Adorasi, tetapi seluruh waktu didominasi dengan pujian-pujian bersama, entah doa atau nyanyian. Adorasi yang kita kenal sampai saat ini adalah Ibadat pujian dan penyembahan terhadap Sakramen Maha-kudus yang ditahtakan dalam Monstrans. Adorasi yang dija-lankan intinya adalah penyembahan dan pujian kepada Sakramen Mahakudus yang diungkapkan lewat doa dan lagu-lagu pujian yang pada akhir ibadat ditutup dengan Ber-kat Sakramen Mahakudus.

Tuguran adalah suatu adorasi juga (sembah sujud), yakni ibadat dihadapan Sakramen Mahakudus tetapi Sakra-men Mahakudus-nya tidak ditahtakan dalam Monstrans melainkan disimpan dalam Tabernakel, piksis/Sibori secara tertutup. Ibadat ini diselenggarakan dalam rangkaian Per-ayaan Ekaristi ‘Kamis Putih’ (Peringatan Perjamuan Ter-akhir) yang pada akhir Misa, semua Roti Ekaristi yang telah di konsekrir (biasanya disimpan dalam tabernakel dalam gereja) diarak menuju tempat penyimpanan sementara yang telah dipersiapkan. Kemudian di tempat itu umat diajak un-tuk mengadakan acara ‘tuguran’. Tuguran ini bertujuan dan merupakan bentuk partisipasi umat dalam doa untuk me-nemani Yesus di Taman Getsemani. Di taman itu Yesus ber-doa semalaman sebelum diri-Nya disiksa oleh serdadu Yahudi pada waktu itu. Pantaslah kiranya kalau disitu umat menemani Yesus dalam kesedihan hati dengan pertama-tama menciptakan suasana hening. Bisa juga dengan berdoa yang mengungkapkan rasa ikut bersedih dengan apa yang akan menimpa Tuhan Yesus keesokan harinya (Jumat Agung: Yesus wafat di salib). Apakah boleh ber-nyanyi? Bernyanyi tidak ada larangan asal saja mencerminkan suasana derita hati Yesus yang sedang menghadapi kesedihan karena besok akan menghadapi ke-matian. Maka pilihlah lagu/nyanyian yang mencerminkan suasana seperti itu (bukan lagu riang atau pujian gembira). Bagaimana dengan jenis lagu-lagu Taize? Sebenarnya cocok tetapi perhatikan syairnya apakah menggambarkan kesedihan Yesus. Jangan-jangan walau melodi lagunya bernada sedih (feeling orang Indo-nesia) tetapi syair yang diungkapkan justeru ‘memuliakan’ atau bernada ‘pujian,’ padahal Tuhan Yesus sedang berdoa dan menderita menghadapi saat-saat ke-matian yang semakin dekat. Begitu juga dalam tuguran dipersilahkan membaca dan merenungkan Firman Tuhan.

Apa yang dikatakan dalam Pedoman Pekan Suci sehubungan dengan Tuguran?

Dalam Pedoman Pekan Suci no 56 (Surat Edaran Kongregasi Ibadat Tentang Persiapan dan Perayaan Paskah) dikatakan: “hendaknya disertai bacaan sebagian Injil Yohanes (Bab 13-17).” Lalu diingatkan juga “Bagaimanapun juga, sesudah pukul 24.00, sembah sujud harus dilaksanakan tanpa kemeriahan lahiriah, karena Hari Kesengsaraan Tuhan sudah mulai.” Dari sini jelaslah sesudah pukul 12 malam hendaknya suasana hening sangat ditekankan.

Kemudian dalam Pedoman Pekan Suci no 55 dikatakan bahwa “Sakramen Mahakudus harus disimpan di dalam Tabernakel atau Piksis atau Sibori yang tertutup. Sekali-kali Sakramen Mahakudus tidak boleh ditahtakan dalam monstrans. Tempat di mana tabernakel atau piksis/sibori ditempatkan tidak boleh dibuat menyerupai makam dan hiasan yang menggambarkan “ma-kam” harus dihindari; karena ruang penyimpanan itu tidak dipersiapkan untuk menghadirkan kembali ‘pemakaman Tuhan’ tetapi untuk penyimpanan Roti Eka-risti yang akan dibagikan dalam Komuni pada hari Jumat Agung.”

Semoga penjelasan singkat ini umat dapat mengerti maknanya Tuguran, sehingga bisa dengan baik ketika mengikuti acara Tuguran pada Malam Kamis Putih mendatang.

Oleh: RP. Thomas Suratno, SCJ.




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment

INFO

Gereja Katolik St. Stefanus Paroki Cilandak tidak memiliki akun resmi Facebook dan Twitter. Gereja Katolik St. Stefanus Paroki Cilandak tidak bertanggungjawab atas unggahan atau tulisan-tulisan di akun medsos tersebut diatas yang mengatasnamakan Gereja St. Stefanus ataupun Paroki Cilandak.

Foto Wilayah - Lingkungan